MENEROPONG KEADILAN DI BUMI PERTIWI: DAMPAK BOIKOT PRODUK BAGI PERUSAHAAN AFILIASI ISRAEL DI INDONESIA

Agresi militer israel terhadap palestina tak lagi asing didengar di telinga bangsa Indonesia maupun masyarakat internasional. Peperangan atau lebih tepatnya disebut genosida yang dilakukan oleh zionis Israel sangat menyita perhatian dunia. Permasalahan ini tak henti hentinya menjadi bahan perbincangan masyarakat internasional sejak meletus di tahun 1947 yang banyak orang menganggap keputusan PBB di tahun itu menjadi titik awal pecahnya konflik Palestina dan Israel. Di dalam putusan itu menyerukan pembagian tanah Palestina menjadi negara-negara Arab dan Yahudi. Hal inilah yang menjadi latar belakang konflik kemudian terus berlangsung dan menjadi isu kontemporer.

Salah satu bentuk dukungan masyarakat muslim di Indonesia terhadap Palestina ialah dengan dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina. Di dalam fatwa ini berisi tertulis bahwa mendukung agresi Israel terhadap Palestina atau pihak-pihak yang mendukung Israel baik secara langsung maupun tidak langsung hukumnya haram, sedangkan mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina melawan agresi Israel hukumnya wajib. Salah satu bentuk dukungannya ialah umat muslim diimbau untuk memboikot produk-produk Israel dan pihak yang mendukung penyerangan Israel terhadap Palestina. Pemboikotan produk ini didasarkan pada poin ketiga rekomendasi fatwa MUI No. 83 Tahun 2023. Keputusan boikot ini berfokus pada prinsip-prinsip syariah yang menekankan pentingnya untuk berpihak pada perjuangan Palestina dan menghindari produk yang berafiliasi dengan Israel.

Melihat hal ini, tentunya timbul pertanyaan bagaimana nasib perusahaan perusahaan yang terindikasi punya hubungan dengan Israel, dan bagaimana ketentuan hukum terkait fatwa MUI ini. Pertama tema perlu dilihat apakah Majelis Ulama Indonesia merupakan lembaga yang termasuk salah satu di antara tiga lembaga tinggi yaitu lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Jika kita menelisik struktur ketatanegaraan yang ada di Indonesia, tentunya kita tidak melihat MUI termasuk di antara salah satu dari tiga lembaga ini. Ketiga lembaga ini adalah lembaga yang berwenang mengeluarkan peraturan mengikat yang berlaku secara umum dan komprehensif, yang tentunya peraturan yang dikeluarkan itu mengikat dan punya sanksi hukum. Berbanding terbalik dengan apa yang ada di tubuh MUI, MUI bukanlah lembaga negara yang punya kewenangan mengeluarkan peraturan yang bersifat umum dan mengikat, fatwa MUI hanya berlaku untuk umat muslim dan tidak memiliki sanksi

Terkait dengan penggunaan frasa boikot produk yang perusahaannya berafiliasi dengan Israel, jika berbicara norma maka yang hal-hal yang berkaitan dengan boikot telah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pada Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 1999 berbunyi:

(1). Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

(2).  Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:

a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau

b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.

Bisa dilihat di pasal 10 ini, yang perlu digaris bawahi ialah pelaku usaha, sudah barang tentu Majelis Ulama Indonesia tidak termasuk di dalamnya, karena MUI merupakan lembaga keagaaman. Pun juga jika dikaitkan dengan fatwa yang dikeluarkan MUI, fatwa ini tidak mengikat untuk seluruh masyarakat Indonesia, hanya untuk umat muslim.

Dapat kemudian ditarik kesimpulan, jika ingin berbicara adil atau tidak dalam perspektif hukum maka perlu dilihat teori hukum mana yang dipakai sesuai dengan permasalahan yang dibicarakan. Perlu juga ditelisik apakah suatu permasalahan memang menjadi isu hukum atau memang hanya sekedar isu sosial yang berkembang di masyarakat. Jika dilihat dari perspektif hukum internasional maka memang betul agresi yang dilakukan Israel terhadap Palestina jelas merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Namun, jika dilihat lebih dalam, isu terkait boikot produk serta perusahaan yang terafiliasi dengan israel dan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tidak pada level dapat dikatakan sebagai permasahalan hukum, karena memang sedari awal fatwa yang dikeluarkan MUI tidak menjadi peraturan yang mengikat bagi seluruh masyarakat Indonesia.  Pun juga jika isu boikot produk ini ingin dikaitkan dengan UU No. 5 Tahun 1999 ia tidak masuk ke dalam cakupannya, karena memang bukan pelaku usaha yang berbuat namun lembaga agama. Hukum selalu menyediakan keadilan, namun perlu dilihat lebih dalam lagi apakah suatu isu yang dimaksud betul menjadi isu hukum atau tidak.

 

Referensi Penulis:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 83 Tahun 2023 Tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina

Oktavira, B.A. “Ajakan Boikot Produk Israel di Indonesia, Adakah Hukumnya?.” Hukumonline.com. (2023). https://www.hukumonline.com/klinik/a/boikot-produk-israel-di-indonesia-lt6553337a60fb6/

Qothrunnada, K. “Kronologi Sejarah Palestina dan Israel, Siapa yang Memulai Perang.” detik.com. (2023). https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6994851/kronologi-sejarah-palestina-dan-israel-siapa-yang-memulai-perang

Penulis:

Anugra

LP2KI XVII

Share the Post:

Related Posts