Dalam menjalani pendidikan tinggi sebagai gerbang untuk mengawali dunia intelektual, karya tulis ilmiah skripsi merupakan syarat untuk lulus dan menyandang gelar sarjana. Karya tulis ilmiah skripsi dimaksudkan sebagai wadah untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah mahasiswa peroleh di bangku pendidikan tinggi. Penyusunan karya ini membutuhkan ketelitian, kemampuan berpikir kritis, pemahaman yang baik, serta dedikasi yang tinggi. Selain memberikan manfaat terhadap kompetensi mahasiswa, juga diharapkan karya ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas seperti pengembangan ilmu pengetahuan. Empirisnya, skripsi yang merupakan wadah bagi mahasiswa untuk menghasilkan output pengembangan ilmu pengetahuan, nyatanya memunculkan praktik tidak etis di kalangan mahasiswa, seperti ghost writer atau penulis bayangan.
Kenyataan yang terjadi dilapangan, skripsi dianggap sebagai beban tugas akhir untuk bisa mendapat gelar sarjana. Keterbatasan kemampuan mahasiswa dalam hal kepenulisan dan tidak adanya kesadaran moral sehingga melahirkan praktik ghost writer atau penlis bayangan di kalangan akademik, oknum mahasiswa membayar pihak ketiga agar menyelesaikan tugas skripsi mereka. Faktanya, praktik joki skripsi bukan merupakan fenomena baru. Menurut Darmaningtyas selaku pengamat pendidikan dari Tamansiswa dalam tulisan Putra, praktik joki skripsi telah ada sejak dekade awal 80-an. Keharusan mahasiswa membuat skripsi sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana, bertolak belakang dengan keterbatasan kemampuan mahasiswa dalam menulis. Fenomena yang terjadi saat itu, masih dilakukan secara diam-diam, berbeda halnya dengan masa kini yang banyak menggunakan jasa joki skripsi sehingga telah dianggap lazim dan dilakukan secara terang-terangan.
Sejalan dengan fenomena tersebut, terdapat ungkapan hukum, yakni ”Het Recht Hinkt Achter De Faiten Aan”, atau ”Hukum senantiasa tertatih-tatih mengejar perkembangan zaman”. Lantas menjadi pertanyaan bagi khalayak umum, bagaimana perspektif hukum terhadap hal tersebut? Seyogianya, sudah ada beberapa regulasi yang bersinggungan dengan praktik joki skripsi, diantaranya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 25 ayat (2) menyatakan bahwa lulusan perguruan tinggi yang terbuki melakukan jiplakan karya ilmiah untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, dan vokasi akan dicabut gelarnya. Kemudian pada ayat (3) menyatakan bahwa pencabutan gelar sebagaimana dimaksud pada pasal sebelumnya, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Selain itu juga, pada Pasal 70 mengatur sanksi bagi lulusan yang melakukan jiplakan karya ilmiah dengan maksud mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi akan dikenakan sanksi pidana penjara selama 2 tahun atau denda sebesar Rp. 200.000.000, (dua ratus juta rupiah).
Berdasarkan landasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara normatif, praktik joki skripsi merupakan hal yang bertentangan. Namun kelemahan sistem yang ada menjadikan mahasiswa memiliki sifat konsumtif, sehingga melegalkan secara tidak langsung hal yang tidak seharusnya. Berbagai faktor yang menyebabkan pertentangan tersebut adalah kemudahan terhadap akses teknologi serta degradasi moral.
Perkembangan teknologi pada faktanya berdampak pada sistem pendidikan di Indonesia. Perkembangan teknologi selalu memberikan dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak positif yang bisa dirasakan dari perkembangan teknologi adalah pembelajaran yang terasa efektif dan efisien. Di sisi lain, dampak negatif juga hadir bersamaan dengan hal tersebut. Kemudahan yang dihasilkan dari teknologi berpeluang menimbulkan perlakuan tidak etis dari kalangan mahasiswa yang memanfaatkan teknologi tidak berkesesuaian dengan yang diharapkan, seperti mereka yang melakukan plagasi karya ilmiah dari perkembangan teknologi. Selain itu, juga memunculkan degradasi moral sehingga menyebabkan mental menerobos di kalangan akademika, baik dari pihak mahasiswa maupun tenaga pendidik.
Menilik berbagai fakta tersebut, sehingga peran dari segala pihak diperlukan untuk memberantas fenomena joki skripsi yang nyatanya bertentangan dengan norma dan etika seharusnya di kalangan akademika. Adapun upaya yang dapat dilakukan adalah menggaungkan tentang pentingnya kemampuan kepenulisan dan melakukan pelatihan terkait hal tersebut. Selain itu, seluruh pihak harus mengampanyekan tentang pemberantasan fenomena joki skripsi. Hal tersebut dilakukan guna menghadirkan teguran moral pun memunculkan kerisauan terhadap mereka yang memiliki niat melakukan praktik joki skripsi
Referensi Penulis:
“Apa itu Skripsi dan Bagaimana Cara Mengerjakannya?.” (2023). LSPR Institute of Communication & Bussiness. https://www.lspr.ac.id/apa-itu-skripsi-dan-bagaimana-menegerjakannya/.
Putra, I. P. “Joki Skripsi dari Masa ke Masa. (2024).” medcom.id. https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/Wb7QWJdK-joki-skripsi-dari-masa-ke-masa.
Safira, R. (2023). Dampak Kemajuan teknologi pada Pendidikan Bahasa Indonesia. Student Scientific Creativity Journal, 1 (3), 25. https://doi.org/10.55606/sscj-amik.v1i3.13.29.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Penulis:
Indarwati Hamriani
LP2KI XVII